* “Kamu memang beruntung jika Tuhan melemparmu ke tempat yang kamu inginkan,
tetapi jika suatu kali Tuhan membuangmu ke tempat yang tidak kamu harap, percayalah satu hal:
Dia tahu kamu adalah pembawa keberuntungan, sehingga Dia ingin kamu membuat tempat itu beruntung karena memilikimu.”
dedicated to my lovely brother
Seberapa dari kita yang punya mimpi untuk hidup di suatu tempat, menempuh pendidikan di universitas XX dan mengambil jurusan XY seperti yang kita mau atau mungkin pekerjaan di kota ini dan tinggal di negara itu? Aku pun memiliki mimpi yang begitu besar untuk bisa jalan – jalan ke luar negeri.
Aku ini hanya seorang anak kampung kecil di provinsi Jawa Tengah, satu hal yang mungkin mustahil untukku bisa menjadi seperti orang – orang TV yang menjadi bintang tamu talk show karena mereka mebuat ini – itu atau pergi kesana – kemari. Namun, aku memiliki sebuah mimpi. Aku bermimpi suatu hari aku terbangun di belahan dunia lain entah dimana. Aku bermimpi bisa tinggal dan bersekolah di sana dengan gratis karena (yang pasti) aku tidak punya setumpuk uang yang cukup untuk membayar mimpiku.
Kurang lebih tahun lalu aku melihat selembar pengumuman di papan pengumuman fakultasku, selembar kertas yang menerbitkan harapanku untuk pergi ke Amerika selama beberapa minggu. Aku akan coba! Itu yang ada di otakku. Aku (diam – diam) mempersiapkan semuanya, TOEFL, essay, dan menemui salah satu dosen yang menurutku bisa membantu dan memberikan reference letter. Aku mengeposkan berkasku ke Jakarta sendiri dan tidak mengatakan pada siapapun.
Sebuah keajaiban datang! Berkasku lolos seleksi dan aku masuk tahap interview. Bagiku ini hal yang luar biasa, jika lolos interview aku akan berangkat ke Amerika. Wow! Akhirnya aku memberanikan diri bertanya kepada seseorang yang juga mengajukan lamaran yang sama. Kebetulan yang luar biasa teman yang aku tanya juga lolos ke tahap interview. Aku mempersiapkan segalanya dengan baik, advisor-ku sangat senang dan mendoakanku lolos interview. Celaka, aku benar – benar merasa tidak enak ketika selama proses interview! Semua berlalu begitu saja, satu hal yang aku ingat, ”Jangan pernah kecewa jika gagal, Tuhan tidak suka anak yang mudah patah hati,” begitu kata ayah temanku, dan kata – kata itu masih tersimpan dalam hatiku sampa sekarang.
Aku menunggu pengumuman itu datang, sampai akhirnya aku tahu ternyata aku gagal. Sekuat hati aku mencoba untuk tidak kecewa, walau aku menangis. Beberapa saat aku menyadari ada sebuah perubahan besar dalam diriku selama setahun terakhir ini. Aku jadi cengeng! Aku terlalu mudah jathu dan menangis, aku sakit ketika seseorang menghinaku yang tidak bisa menari atau menyanyi dengan baik, aku menangis ketika teman – temanku menceritakan “panggungnya”, tempat dimana aku tidak bisa berada, dan aku akhirnya tahu Tuhan menegurku untuk tidak cengeng dan menjadi kuat dengan kegagalan ini.
Satu semester kemudian aku melamar beasiswa yang sama dengan harapan yang lebih besar. Seperti sebelumnya, berkasku lolos seleksi. Hanya ada dua orang dari kampusku yang mendapat panggilan interview. Aku kembali menapaki kota Semarang bersama temanku ini, dengan lebih tenang, lebih berserah, tetapi lebih berharap. Dengan sangat tenang aku mengikuti setiap proses dan menjawab satu pertanyaan yang mengerikan, “..so, give a me a reason why you are appropriate to get this program?” Pertanyaan ini membuatku berpikir, professor yang mewawancaraiku menilaku layak, aku tersenyum dan menjawab. Mungkin aku berhasil. Namun, dua bulan kemudian aku tahu ternyata aku GAGAL (lagi).
Aku tidak menangis, aku tersenyum. Menemui pembimbingku (dan istrinya) yang menudukungku. Aku menceritakan semuanya dengan senyuman lega, sangat terhibur dengan kata – kata mereka, “We’re proud of you no matter what!” dan sebuah pelukan melegakan. Terimakasih!
Aku berpikir, Tuhan hanya ingin aku fokus dengan kuliahku, bersikap rendah hati dan melakukan segala sesuatu di sini sebaik mungkin. Menikmati dan memuji dengan tulus bakat teman – teman di sekililingku dan menari di atas panggungku sendiri. Aku bahagia memiliki kehidupan luar biasa, dan mempunyai kesempatan untuk melayani Tuhan dengan teman – teman luar biasa di sekililingku.
Memasuki tahun – tahun akhir kuliahku, aku mulai merencanakan untuk mencari pekerjaan dan melanjutkan kuliah. Aku tersenyum bahagia melihat sebuah kesempatan yang (mungkin) akan Tuhan beri padaku, sebuah tempat dimana aku bisa mulai menaiki tangga mimpiku sambil melanjutkan sekolah.
Ketika rencanaku sudah tersusun (setengah) rapi Tuhan memberiku sesuatu yang belum pernah aku pikirkan. Seorang dosen memanggilku dan menawariku bergabung sebuah program yang memberiku kesempatan besar memperoleh beasiswa di suatu negara yang sangat aku kagumi, belum akan kusebut sekarang, hehe.. dengan segala pertimbangan aku menerima tawaran itu. Memang program ini akan memotong sebagian besar tabungan S2-ku, tetapi aku akan menjalaninya dengan baik. Aku tahu peluang yang Tuhan beri, dan apa yang bisa aku perbuat di sini. Jika esok Tuhan tidak memberiku kesempatan untuk mendapatkan beasiswa untuk sekolah lagi, aku tidak akan menangis dan putus asa karena aku sudah membuat program ini beruntung memilikiku dan Tuhan tidak akan mematahkan tangga mimpiku begitu saja. Jika esok Tuhan memberiku hadiah berupa beasiswa melalui program ini aku akan menjadi anak yang paling beruntung dan (akan) membuat orang – orang di sekelilingku beruntung karena aku beruntung.